Sampah
pada era modern ini merupakan masalah yang sangat serius. Sampah memerlukan
penanganan yang serius agar tidak menyebabkan penyakit dan menimbulkan
masalah-masalah lingkungan. Namun demikian, kesadaran untuk mengelola sampah
masih sangat rendah, terutama di negara-negara berkembang. Terlebih di
kota-kota besar yang hampir setiap tahun terlanda banjir akibat parit-parit
tersumbat oleh sampah.
Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang , seperti negara-negara berkembang lain,
masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang rendah mengenai pengelolaan
sampah. Sebenarnya masyarakat sudah mengerti bahwa sampah merupakan sumber
penyakit, parasit, mengganggu kenyamanan, pencemar lingkungan dan lain-lain.
Namun karena kebiasaan dan keadaan, mereka umumnya kurang menghiraukan bahaya
akan sampah dan ketika terjadi musibah karena sampah dianggap seperti biasa
saja.
Sampah
untuk beberapa orang dinilai tidak mempunyai manfaat dan hanya menimbulkan
masalah-masalah lingkungan dan kesehatan saja. Paradigma itulah yang harus kita
luruskan. Sampah masih mempunyai manfaat walaupun merupakan benda atau
sisa-sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Masyarakat pada umumnya tidak
ingin memanfaatkan kembali sampah, mereka berpendapat bahwa sampah hanyalah
benda yang tidak bernilai lagi. Padahal untuk sebagian orang yang benar-benar
teliti, sampah merupakan mutiara yang terbuang.
Semakin
langkanya sumber energi minyak bumi dan semakin tingginya harga minyak mentah
dunia, mengharuskan penelitian – penelitian inovatif terus dikembangkan untuk
menemukan sumber energi yang terbarukan. Salah satu energi alternatif yang
sekarang sedang dikembangkan adalah energi yang berasal dari bahan – bahan
organik, hal ini dikarenakan senyawa organik tersebut tergolong energi yang
dapat diperbarui. Keberadaaan bahan–bahan organik tersebut mudah didapat dan
terjamin kontinuitasnya, selain itu yang terpenting bahan–bahan organik
tersebut ramah lingkungan. Energi alternatif yang murah, mudah mendapatkannya,
dan ramah lingkungan salah satunya adalah biogas.
Biogas
merupakan salah satu produk dari teknologi hijau yang sekarang sedang
dikembangkan. Hal ini dikarenakan gas yang dihasilkan dari proses biologis (anaerobic
digester) mampu menghasilkan gas – gas seperti CH4, CO2,
H2S, H2O dan gas – gas lain. Dalam hal ini tentu saja
yang dimanfaatkan adalah gas metana (CH4), karena CH4
memiliki nilai kalor/panas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Biogas
yang sangat menjanjikan, murah, serta ramah lingkungan dapat diperoleh dari
pemanfaatan sampah organik. Proses degradasi
sampah organik akan menimbulkan biogas. Kandungan utama biogas yang
terbentuk adalah gas metana (CH4) dengan konsentrasi sebesar 50 – 80
% volume. Kandungan lain dalam biogas yaitu gas karbon dioksida (CO2),
gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon
monoksida (CO) dan gas hidrogen sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang
dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas metana (CH4), gas
hidrogen (H2) dan gas CO.
Sampah
organik yang membusuk menghasilkan biogas. Namun biogas yang terbentuk dari
sampah organik tidak serta merta dapat digunakan begitu saja sehingga
membutuhkan alat untuk menangkap biogas yang terbentuk. Oleh karena itu, perlu
adanya suatu instalasi untuk menangkap dan menghasilkan biogas siap pakai,
salah satunya dengan biogastrap.
Biogastrap
merupakan instalasi penangkap dan pengumpul biogas yang terbentuk dari proses
dekomposisi sampah organik. Sampah yang bagi banyak orang merupakan bahan atau
benda yang tidak berguna lagi, dapat dimanfaatkan keberadannya sebagai
penghasil bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan.
Biogastrap
diharapkan dapat digunakan oleh siapapun dengan kemudahan dalam pembuatan.
Biogastrap juga diharapkan dapat mengatasi mahal dan langkanya bahan bakar
fosil pada masa modern ini, sehingga masyarakat golongan manapun tidak
kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar yang murah, kontinu dan ramah
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Biogastrap
terdiri atas pipa-pipa penangkap biogas yang nantinya akan ditimbun dengan
sampah organik. Ketika sampah organik mengalami pembusukkan maka biogas yang
terbentuk akan masuk ke dalam pipa-pipa tersebut. Setelah masuk melalui pipa
penangkap selanjutnya biogas akan masuk ke tangki pemurnian. Dalam tangki pemurnian
ini, biogas yang terdiri atas gas CO2, CH4, H2S
dan sedikit konsentrasi gas lain akan mengalami proses pemurnian sehingga
diharapkan biogas yang akan digunakan hanyalah gas metan atau CH4.
Pada tahap selanjutnya biogas akan dimasukkan ke dalam tangki pengumpul atau
tangki penampung. Biogas akan dikumpulkan di tangki ini hingga mempunyai
tekanan tertentu atau biogas telah banyak jumlahnya. Apabila tekanan biogas
rendah maka pemakaian biogas tidak dapat
optimal karena biogas yang dihasilkan sedikit. Untuk mengetahui apakah biogas
telah banyak terbentuk dan mempunyai tekanan diperlukan pemasangan manometer
pada tangki pengumpul. Ketika manometer menunjukkan adanya tekanan maka biogas
siap digunakan. Setelah biogas siap digunakan, biogas dapat didistribusikan
dengan menggunakan pipa-pipa atau selang. Pemasangan stop kran dibutuhkan untuk
membuka tutup dan mengatur tekanan biogas.
Ada
beberapa kendala yang akan dijumpai yaitu apabila tekanan terlalu rendah maka
biogas tidak dapat digunakan sehingga harus menunggu biogas cukup bertekanan.
Tekanan yang terlalu tinggi juga merupakan kendala. Tingginya tekanan akan
mengakibatkan akan mengakibatkan tidak seimbangnya pembakaran pada kompor,
lampu atau kendaraan. Cara untuk mengatasinya adalah dengan mengatur kran gas
yang menuju ke lampu, kompor atau kendaraan agar tekanan kembali stabil.
Proses
pembuatan biogastrap sangat mudah yang terpenting adalah kemauan dan ketelitian
mengoptimalkan barang-barang yang ada disekitar kita. Pipa penangkap biogas
sebaiknya menggunakan pipa yang berdiameter besar minimal dua inci. Hal itu
bertujuan agar biogas yang tertangkap akan semakin banyak. Pipa penangkap yang
tertimbun sampah biogas dilubangi atau diberikan rongga agar semakin banyak
permukaan pipa yang dapat menangkap biogas. Pipa penangkap terdiri atas
beberapa pipa yang kemudian dihubungkan menjadi satu. Semakin banyak pipa
penangkap biogas yang digunakan, maka semakin banyak biogas yang terbentuk.
Pipa penangkap biogas selanjutnya
dihubungkan pada bagian bawah tangki pemurnian. Tangki pemurnian dapat dibuat
dari drum baja dengan volume 120 liter hingga 200 liter. Pada tahap pemurnian
biogas terdapat berbagai teknologi yang dikembangkan, yaitu :
a. Absorbsi
Untuk metode absorbsi biogas, baik
secara fisika maupun kimia efektif untuk laju alir gas yang rendah dimana
biogas dioperasikan pada kondisi normal. Salah satu metode yang sederhana dan
murah yaitu menggunakan air bertekanan sebagai absorben (Shannon, 2000).
b. Adsorpsi Pada Permukaan Zat Padat
Proses
adsorpsi permukaan zat padat melibatkan transfer zat terlarut dalam gas menuju
ke permukaan zat padat, di mana proses transfer digerakkan oleh gaya Van der Wall.
Adsorben yang digunakan biasanya berbentuk granular yang mempunyai luas
permukaan besar tiap satuan volume. Pemurnian gas dapat menggunakan padatan
yang berupa silika, alumina, karbon aktif atau silikat yang kemudian dikenal
dengan nama molecular sieve (Wise, 1981).
Setelah
proses pemurnian selesai maka biogas akan di masukkan ke dalam tangki pengumpul.
Antara tangki pemurnian dan tangki pengumpul dihubungkan dengan sebuah pipa
pengubung yang telah dipasang stop kran. Pipa penghubung ini tidak memerlukan
ukuran yang besar, menggunakan pipa berdiameter setengah sampai satu inci.
Tangki
pengumpul terbuat dari drum baja dengan volume 120 liter hingga 200 liter. Pada
tangki pengumpul dipasang manometer sebagai alat pengukur tekanan biogas.
Setelah manometer menunjukkan terjadinya tekanan biogas dalam tangki maka
biogas siap dipakai. Pendistribusian biogas dapat menggunakan pipa berukuran
seperempat hingga satu inci atau menggunakan selang. Pada output biogastrap
dipasang stop kran untuk mengatur biogas yang akan didistribusikan.
Instalasi
biogastrap diharapkan dapat diterapkan pada setiap pemukiman karena sebagai
upaya pengelolaan sampah organik, selain mudah pembuatannya, murah serta
memiliki manfaat yang sangat besar. Biogastrap dapat juga diterapkan pada TPA
atau Tempat Pembuangan Akhir sampah. Biogas yang dihasilkan oleh biogastrap
dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, kendaraan, dan pembangkit
listrik. Limbah
Instalasi biogastrap yang berupa sisa sampah organik dapat digunakan sebagai
pupuk kompos sehingga setiap produk yang diperoleh dapat dimanfaatkan.
Melihat
banyaknya sampah yang dihasilkan setiap hari di Indonesia, pemanfaatan yang
belum optimal, pengelolaan sampah yang asal-asalan, sebaiknya mulai dari
sekarang kita lebih peduli dengan upaya pengelolaan sampah. Dibutuhkan dukungan
dari setiap pihak agar Indonesia terbebas dari dampak negatif sampah.
Pemerintah mempunyai andil besar untuk mensosialisasikan cara pembuatan dan
penerapan biogastrap pada masyarakat. Selain itu, pelatihan kader-kader sebagai
salah satu upaya sosialisasi juga wajib dilakukan. Masyarakat harus merubah
jalan pikirnya mengenai sampah yang tidak bernilai menjadi sampah yang sangat
bernilai harganya atau mutiara yang terbuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar