Rabu, 05 Desember 2012

Biogastrap



Sampah pada era modern ini merupakan masalah yang sangat serius. Sampah memerlukan penanganan yang serius agar tidak menyebabkan penyakit dan menimbulkan masalah-masalah lingkungan. Namun demikian, kesadaran untuk mengelola sampah masih sangat rendah, terutama di negara-negara berkembang. Terlebih di kota-kota besar yang hampir setiap tahun terlanda banjir akibat parit-parit tersumbat oleh sampah.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang , seperti negara-negara berkembang lain, masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang rendah mengenai pengelolaan sampah. Sebenarnya masyarakat sudah mengerti bahwa sampah merupakan sumber penyakit, parasit, mengganggu kenyamanan, pencemar lingkungan dan lain-lain. Namun karena kebiasaan dan keadaan, mereka umumnya kurang menghiraukan bahaya akan sampah dan ketika terjadi musibah karena sampah dianggap seperti biasa saja.
Sampah untuk beberapa orang dinilai tidak mempunyai manfaat dan hanya menimbulkan masalah-masalah lingkungan dan kesehatan saja. Paradigma itulah yang harus kita luruskan. Sampah masih mempunyai manfaat walaupun merupakan benda atau sisa-sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan. Masyarakat pada umumnya tidak ingin memanfaatkan kembali sampah, mereka berpendapat bahwa sampah hanyalah benda yang tidak bernilai lagi. Padahal untuk sebagian orang yang benar-benar teliti, sampah merupakan mutiara yang terbuang.
Semakin langkanya sumber energi minyak bumi dan semakin tingginya harga minyak mentah dunia, mengharuskan penelitian – penelitian inovatif terus dikembangkan untuk menemukan sumber energi yang terbarukan. Salah satu energi alternatif yang sekarang sedang dikembangkan adalah energi yang berasal dari bahan – bahan organik, hal ini dikarenakan senyawa organik tersebut tergolong energi yang dapat diperbarui. Keberadaaan bahan–bahan organik tersebut mudah didapat dan terjamin kontinuitasnya, selain itu yang terpenting bahan–bahan organik tersebut ramah lingkungan. Energi alternatif yang murah, mudah mendapatkannya, dan ramah lingkungan salah satunya adalah biogas.
Biogas merupakan salah satu produk dari teknologi hijau yang sekarang sedang dikembangkan. Hal ini dikarenakan gas yang dihasilkan dari proses biologis (anaerobic digester) mampu menghasilkan gas – gas seperti CH4, CO2, H2S, H2O dan gas – gas lain. Dalam hal ini tentu saja yang dimanfaatkan adalah gas metana (CH4), karena CH4 memiliki nilai kalor/panas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Biogas yang sangat menjanjikan, murah, serta ramah lingkungan dapat diperoleh dari pemanfaatan sampah organik. Proses degradasi  sampah organik akan menimbulkan biogas. Kandungan utama biogas yang terbentuk adalah gas metana (CH4) dengan konsentrasi sebesar 50 – 80 % volume. Kandungan lain dalam biogas yaitu gas karbon dioksida (CO2), gas hidrogen (H2), gas nitrogen (N2), gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrogen sulfida (H2S). Gas dalam biogas yang dapat berperan sebagai bahan bakar yaitu gas metana (CH4), gas hidrogen (H2) dan gas CO.
Sampah organik yang membusuk menghasilkan biogas. Namun biogas yang terbentuk dari sampah organik tidak serta merta dapat digunakan begitu saja sehingga membutuhkan alat untuk menangkap biogas yang terbentuk. Oleh karena itu, perlu adanya suatu instalasi untuk menangkap dan menghasilkan biogas siap pakai, salah satunya dengan biogastrap.
Biogastrap merupakan instalasi penangkap dan pengumpul biogas yang terbentuk dari proses dekomposisi sampah organik. Sampah yang bagi banyak orang merupakan bahan atau benda yang tidak berguna lagi, dapat dimanfaatkan keberadannya sebagai penghasil bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan.
Biogastrap diharapkan dapat digunakan oleh siapapun dengan kemudahan dalam pembuatan. Biogastrap juga diharapkan dapat mengatasi mahal dan langkanya bahan bakar fosil pada masa modern ini, sehingga masyarakat golongan manapun tidak kesulitan untuk mendapatkan bahan bakar yang murah, kontinu dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Biogastrap terdiri atas pipa-pipa penangkap biogas yang nantinya akan ditimbun dengan sampah organik. Ketika sampah organik mengalami pembusukkan maka biogas yang terbentuk akan masuk ke dalam pipa-pipa tersebut. Setelah masuk melalui pipa penangkap selanjutnya biogas akan masuk ke tangki pemurnian. Dalam tangki pemurnian ini, biogas yang terdiri atas gas CO2, CH4, H2S dan sedikit konsentrasi gas lain akan mengalami proses pemurnian sehingga diharapkan biogas yang akan digunakan hanyalah gas metan atau CH4. Pada tahap selanjutnya biogas akan dimasukkan ke dalam tangki pengumpul atau tangki penampung. Biogas akan dikumpulkan di tangki ini hingga mempunyai tekanan tertentu atau biogas telah banyak jumlahnya. Apabila tekanan biogas rendah maka pemakaian biogas tidak  dapat optimal karena biogas yang dihasilkan sedikit. Untuk mengetahui apakah biogas telah banyak terbentuk dan mempunyai tekanan diperlukan pemasangan manometer pada tangki pengumpul. Ketika manometer menunjukkan adanya tekanan maka biogas siap digunakan. Setelah biogas siap digunakan, biogas dapat didistribusikan dengan menggunakan pipa-pipa atau selang. Pemasangan stop kran dibutuhkan untuk membuka tutup dan mengatur tekanan biogas.
Ada beberapa kendala yang akan dijumpai yaitu apabila tekanan terlalu rendah maka biogas tidak dapat digunakan sehingga harus menunggu biogas cukup bertekanan. Tekanan yang terlalu tinggi juga merupakan kendala. Tingginya tekanan akan mengakibatkan akan mengakibatkan tidak seimbangnya pembakaran pada kompor, lampu atau kendaraan. Cara untuk mengatasinya adalah dengan mengatur kran gas yang menuju ke lampu, kompor atau kendaraan agar tekanan kembali stabil.
Proses pembuatan biogastrap sangat mudah yang terpenting adalah kemauan dan ketelitian mengoptimalkan barang-barang yang ada disekitar kita. Pipa penangkap biogas sebaiknya menggunakan pipa yang berdiameter besar minimal dua inci. Hal itu bertujuan agar biogas yang tertangkap akan semakin banyak. Pipa penangkap yang tertimbun sampah biogas dilubangi atau diberikan rongga agar semakin banyak permukaan pipa yang dapat menangkap biogas. Pipa penangkap terdiri atas beberapa pipa yang kemudian dihubungkan menjadi satu. Semakin banyak pipa penangkap biogas yang digunakan, maka semakin banyak biogas yang terbentuk.
Pipa penangkap biogas selanjutnya dihubungkan pada bagian bawah tangki pemurnian. Tangki pemurnian dapat dibuat dari drum baja dengan volume 120 liter hingga 200 liter. Pada tahap pemurnian biogas terdapat berbagai teknologi yang dikembangkan, yaitu :

a. Absorbsi

Untuk metode absorbsi biogas, baik secara fisika maupun kimia efektif untuk laju alir gas yang rendah dimana biogas dioperasikan pada kondisi normal. Salah satu metode yang sederhana dan murah yaitu menggunakan air bertekanan sebagai absorben (Shannon, 2000).

b. Adsorpsi Pada Permukaan Zat Padat

Proses adsorpsi permukaan zat padat melibatkan transfer zat terlarut dalam gas menuju ke permukaan zat padat, di mana proses transfer digerakkan oleh gaya Van der Wall. Adsorben yang digunakan biasanya berbentuk granular yang mempunyai luas permukaan besar tiap satuan volume. Pemurnian gas dapat menggunakan padatan yang berupa silika, alumina, karbon aktif atau silikat yang kemudian dikenal dengan nama molecular sieve (Wise, 1981).
Setelah proses pemurnian selesai maka biogas akan di masukkan ke dalam tangki pengumpul. Antara tangki pemurnian dan tangki pengumpul dihubungkan dengan sebuah pipa pengubung yang telah dipasang stop kran. Pipa penghubung ini tidak memerlukan ukuran yang besar, menggunakan pipa berdiameter setengah sampai satu inci.
Tangki pengumpul terbuat dari drum baja dengan volume 120 liter hingga 200 liter. Pada tangki pengumpul dipasang manometer sebagai alat pengukur tekanan biogas. Setelah manometer menunjukkan terjadinya tekanan biogas dalam tangki maka biogas siap dipakai. Pendistribusian biogas dapat menggunakan pipa berukuran seperempat hingga satu inci atau menggunakan selang. Pada output biogastrap dipasang stop kran untuk mengatur biogas yang akan didistribusikan.
Instalasi biogastrap diharapkan dapat diterapkan pada setiap pemukiman karena sebagai upaya pengelolaan sampah organik, selain mudah pembuatannya, murah serta memiliki manfaat yang sangat besar. Biogastrap dapat juga diterapkan pada TPA atau Tempat Pembuangan Akhir sampah. Biogas yang dihasilkan oleh biogastrap dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak, kendaraan, dan pembangkit listrik. Limbah Instalasi biogastrap yang berupa sisa sampah organik dapat digunakan sebagai pupuk kompos sehingga setiap produk yang diperoleh dapat dimanfaatkan. 
Melihat banyaknya sampah yang dihasilkan setiap hari di Indonesia, pemanfaatan yang belum optimal, pengelolaan sampah yang asal-asalan, sebaiknya mulai dari sekarang kita lebih peduli dengan upaya pengelolaan sampah. Dibutuhkan dukungan dari setiap pihak agar Indonesia terbebas dari dampak negatif sampah. Pemerintah mempunyai andil besar untuk mensosialisasikan cara pembuatan dan penerapan biogastrap pada masyarakat. Selain itu, pelatihan kader-kader sebagai salah satu upaya sosialisasi juga wajib dilakukan. Masyarakat harus merubah jalan pikirnya mengenai sampah yang tidak bernilai menjadi sampah yang sangat bernilai harganya atau mutiara yang terbuang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar